30 Desember 2008

Masih ada yang butuh kita!


Masih berhubungan dengan posting sebelumnya, saya berkesempatan tinggal di daerah kumuh di Cipinang. Satu kesempatan saya mencari kegiatan untuk sekedar membantu warga di sana.

Eh saya diminta tolong untuk memberikan pelajaran tambahan setiap sore bagi anak-anak disitu yang sekolahnya pun rasanya kurang jelas. Yah, saya sih mau saja sekalian nambah pengalaman dan bisa bantu orang. Saya bekerja sama dengan 2 orang mahasiswi dai UKI yang kebetulan juga pemerhati nasib anak2 pinggiran Jakarta.

Setelah bekerja sama saya mulai memperkenalkan diri pada teman2 baru anak2 ang kira kira ada 25 orang terdiri dari anak2 sd kelas 1 hingga kelas 6. Perkenalan selesai dan suasana mencair karena sepertinya mereka senang dengan kedatanganku.

Pelajaran dimulai dan mahasiswi uki ini berkata bahwa kita akan belajar BAHASA INGGRIS hari ini. Woow... pelajaran yg rasanya belum bisa saya kuasai.

Untungnya saya kebagian ngajar anak2 kelas 1 sd. Wah gampang. Setelah perkenalan eh malah ada anak yang berkelahi.

Hebatnya anak kelas 1 sd berkelahi dengan cara yang amat dewasa dan tidak ada yang menangis. Langsung saja saya melerai dan pelajaran dimulai.

Eh, saya mulai dengan pelajaran angka is number. Ok can you spell it, saya berlagak bahasa inggris. Saya suruh mereka menyebutkan angka 1 sampai 10 dengan bahasa inggris. one, two three, four.. dst. wow, saya bangga sekali dengan kelas saya dan saya kira mereka sudah bisa. Tapi saat saya suruh mereka menulis 1 = WAN. 2 = tu 3 = tri, dst wah kocak banget deh. mereka masih polos banget.

Yah akhirnya saya perlu semangat ekstra untuk mengajar mereka lebih dalam lagi. Wah sebuah pengalaman berarti yang mungkin sulit saya peroleh di tempat lain.

Kiraiin malemnya ud selessai eh ada 3 orang anak dateng ke tempat gw tinggal sementara bilangnya pengen minta diajarin ipa, wah ipa sd mah gampang, kataku dlm hati

ternyata setelah saya bilang boleh, eh yang dateng ada 8 orang terus makin lama makin banyak sampe 20 orang ada deh di rumah yang cuma 1.5 x 2 meter itu. Wah, pengalaman yang serius asik banget kali yah. Blajar dan bercanda bareng membuatku amat merasa senang.

ada satu perkataan yang membuat saya tertegun sejenak ; Kak, kakak tinggal disini aja yah, nanti khan bisa ajari kami dan kami bisa jadi anak pinter deh...

wah, ungkapan yang plos dari anak yang memang polos juga.

Yah, semoga pengalamn ini jadi pengalam berarti bagi ku pribadi dan jadi bahan perhatian bahwa masih banyak orang yang butuh orang lain (kita) di luar sana.

26 Desember 2008

Lihat Orang di Sekitarmu!

Kembali kutemukan Sebuah pengalaman menarik yang mungkin takkan terlupakan dan ternyata bagitu mengagumkan kali yah. Karena satu alasan, saya bersama teman-2 kelas yang ips berangakat untuk live-in di tempat yang ternyata cukup ekstrim bagiku pribadi.

Jadi satu kesempatan ini saya tinggal di salah satu perumahan kumuh di daerah Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Di sana mereka tinggal di rumah-rumah di atas bantaran kali yang airnya hitam dan baunya sangat menyengat.

Sebuah kondisi yang sama sekali tidak mendukung kehidupan sekoleompok masyarakat. Namun dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, mereka malah menerima kami dan kami diijinkan melihat relaita yang sungguh memilukan.

Rumah mereka terbuat dari bambu dan kayu yang rawan rusak dimakan rayap ataupun banjir yang datang setiap musim hujan tiba. Benar, saya baru merasakan pemberian yang benar-benar dari hati ketika saya mengenal mereka orang yang jelas-jelas miskin, namun tidak menghalangi mereka untuk memberikan apa yang dia punya bagi orang lain.

Sebuah kisah dan inspirasiku yang tak pernah kan kulupakan. Ingat, berbagi itu penting!

13 Desember 2008

Just Kidding





Nah Bunda Maria digabarkan sebagai seorang gadis cantik tak bernoda. Nah ini mungkin gambaran kalau Bunda Maria memang cantik dan suci.

Ini dia........
Mother Mary versi Edu
(Jangan terlalu serius yah...)


That is me and My Childrean
(Mantep khan...)

Malaikat Edu











Ini dia si malaikat (pencabut nyawa). Ga lah ini dia cita-cita ketika ku berada di surga (cie.ile..). Ya, lucu-lucuan doank kok...

03 Desember 2008

Belajar Dari Cicak....



Anda pernah lihat cicak?

Sepertinya semua orang pernah melihatnya di dinding-dinding bangunan atau yang paling dekat di tembok rumah kita atau tempat lainnya.


Apa yang menarik dari seekor cicak?

Coba anda perhatikan, ia selalu makaan di saat mangsa tersedia di hadapanya, dalam hal ini nyamuk dan laron. Sejenak kita mengamati cicak ini. Laron atau nyamuk yang terbang ternyata diawasi oleh sang cicak, bahkan ia setia menunggu hingga beberapa waktu untuk itu. Naah, ketika nyamuk atau laron itu sudah lelah setelah terbang, ia langsung cepat bereaksi dan ketika target itu sudah sangat dekat di depan mata, ia langsung bereaksi. .... Hap...! target tertangkap dan si ciciak dapat makan ken..nyang..


Hal ini dilakukan terus menerus, menunggu, hingga lemas baru caplok lagi sampai sang cicak kekenyangan. Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari seekor cicak? Ya, cicak mampu merencanakan, menyusun strategi, dan bertindak cepat ketika ada kesempatan untuk mencapai tujuannya.


Ia setia merancang matang-matan, hingga jetika kesempatan itu sungguh datang dan dekat, akhirnya dapat teruwujud dengan langkah yang cepat namun pasti.


Coba kita bisa seperti cicak, mampu memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri, mengambil ancang-ancang sebelum bertindak. Dengan belajar untuk senantiasa mempersiapkan diri dalam menghadapi apapun, tujuan akan lebih mudah tercapai. Nah, saat ulangan umum (saat2 genting seperti ini) ayo mulailah berencana baru bertindak....!

27 November 2008

Bersatulah Indonesiaku....


Sebuah lagu gambaran perasaanku terhadap tanah airku, Indonesia. Ya, nantikan! (lagu ini akan saya tampilkan di profile di fs saya)

Bersatulah Indonesiaku
Lomba Cipta Nyanyian Anak Bangsa Tahun 2008

Do= G; 4/4
Cipt : Eduard Salvatore da Silva

Intro : G C D G Em A D

G C
Pesona Alam Raya
D G
Beraneka budaya
Em A D
Bumi pertiwi Indonesia


G C
Tak akan kulupakan
D G
Tanah Air Pujaan
Em A D
Sejuta Pesona Karunia-Nya

* C D
Kini ku yakin
B Em
Sebagai harapan bangsa
Am A7
Ku harus berjuang
D D7
Wujudkan cita dan karya


Reff : G C Am D
Satukan hati satukan jiwa
G C Am D
Raih bahagia dan sukacita
B Em B Em
Bagi nusantaraku, bagi Indonesiaku
Am C D G
Demi masa depan Nusa dan Bangsa


G C Am D 2x

G C
Damai Indonesiaku
D G
Ku kan s’lalu mendukungmu
Em A D
Hingga saat akhir hayatku


* C D
Kini ku yakin
B Em
Sebagai harapan bangsa
Am A7
Ku harus berjuang
D D7
Wujudkan cita dan karya

Back to : Reff
Interlude : C Cm Bm Em Am A D

Back to *, Reff

Coda : G C Am D 2x

Tuhan itu Pemulung?




Ada satu hal di mana TUHAN tidak berkuasa untuk melakukannya" TUHAN tidak berkuasa untuk tidak menepati janjiNYA. Ia begitu setia akan janjiNYA.(Mazmur 12:7)


Suatu hari Guru sekolah minggu memberikan tugas kepada murid-muridnya: Seperti apa Allah Bapa itu? "Untuk mudahnya, kalian harus melihat Dia sebagai seorang Bapa.. seorang papi," ujar guru tsb.


Minggu berikutnya, guru tsb menagih PR dari setiap murid yang ada. "Allah Bapa itu seperti Dokter!" ujar seorang anak yang papanya adalah dokter. "Ia sanggup menyembuhkan sakit penyakit seberat apapun!"


"Allah Bapa itu seperti Guru!" ujar seorang anak yang lain. "Dia selalu mengajarkan kita untuk melakukan yang baik dan benar."


"Allah Bapa itu seperti Hakim!" ujar seorang anak yang papanya adalah hakim dengan bangga,"Ia adil dan memutuskan segala perkara di bumi."


"Menurut aku Allah Bapa itu seperti Arsitek. Dia membangun rumah yang indah untuk kita di surga!" ujar seorang anak tidak mau kalah.


"Allah Bapa itu Raja! Paling tinggi di antara yang lain!" "Allah Bapa itu pokoknya kaya sekali deh! Apa saja yang kita minta Dia punya!" ujar seorang anak konglomerat.

Guru tsb tersenyum ketika satu demi satu anak memperkenalkan image Allah Bapa dengan semangat.


Tetapi ada satu anak yang sedari tadi diam saja dan nampak risih mendengar jawaban anak2 lain. "Eddy, menurut kamu siapa Allah Bapa itu?" ujar ibu guru dengan lembut.

Ia tahu anak ini tidak seberuntung anak2 yang lain dalam hal ekonomi, dan cenderung lebih tertutup.


Eddy hampir2 tidak mengangkat mukanya, dan suaranya begitu pelan waktu menjawab,"Ayah saya seorang pemulung... jadi saya pikir... Allah Bapa itu Seorang Pemulung Ulung."

Ibu guru terkejut bukan main, dan anak-anak lain mulai protes mendengar Allah Bapa disamakan dengan pemulung. Eddy mulai ketakutan. "Eddy,"ujar ibu guru lagi. "Mengapa kamu samakan Allah Bapa dengan pemulung?"


Untuk pertama kalinya Eddy mengangkat wajahnya dan menatap ke sekeliling sebelum akhirnya menjawab,"Karena Ia memungut sampah yang tidak berguna seperti Eddy dan menjadikan Eddy manusia baru, Ia menjadikan Eddy anakNya.


"Memang bukankah Dia adalah Pemulung Ulung? Dia memungut sampah-sampah seperti saudara dan saya, menjadikan kita anak-anakNya, hidup baru bersama Dia, dan bahkan menjadikan kita pewaris kerajaan Allah.


Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.


" Efesus 2:8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu sendiri melainkan pemberian Allah. Our God is able! "Not by power, not by might, but by My Spirits, says the LORD" (Zach 4:6)
pondokrenungan.com

25 November 2008

Momen Ultah di Seminari

Momen ulang tahun memang istimewa sekali bagi para seminaris idi Wacana Bhakti. Kami disini bergembira bersama, merayakan hari kelahiran saudara kami di sini. Ya, setiap orang yang berulangtahun minimal mendapat 3 tugas utama hari itu, yaitu menge-bel setiap waktu sesuai jadwal kegiatan, menjadi lektor saat misa, dan menghibur komunitas di refter (ruang makan) saat makan malam.

Seperti biasa hari ini si Abin (nama samaran) ulang tahun. Pagi ini ia harus bisa bangun paling pagi dan mencet belnya supaya temen2 yang lain bangun. Eh, si Abin malah baru bangun jam 05.00, wah gawat deh dan semua komunitas terpaksa "mandi koboy" dan langsung ikut doa pagi. Wah, gawat nih gak enak banget sama komunitas.


Pas misa untungya ia bisa jadi lektor yang baik yah.. Nah tugas selanjutnya dan yang terberat adalah Abin harus bisa menghibur komunitas saat makan malam. Jdilah malam itu si Abin merencanakan akan mengadakan perlombaan minum coca-cola, siapa yang minumnya paling banyak, akan dapat hadiah dari yang ultah. Akhirnya setiap kelompok meja makan mwngirimkan satu wakilnya utnuk ikut lomba. Lomba dimulai.. smua semangat....




- Satu botol 1.5 liter habis diminum si OTONG, anak tahun pertama yang ternyata kuat juga, tapi saat itu langsung mabok sprite

- satu seperempat botal berhasil dihabiskan Malik, anak kelas 3 yang juga mabok akhirnya

- eh si Sampun, anak kelas 2 malah setengah botol pun tak mampu (huu..uuu)

- dan ternyata si Paidjo pemenangnya karena 2 botol habis dilahap. Sang pemenang mendapat hadiah utama....



....... 5 botol Coca-cola 1.5 liter..... wah smua koimunitas bersorak sorai....

Eh besok2nya pada mencret2 gara-gara mabok softdrink


aduh aneh2 aje...






14 November 2008

Masih Relevankah Selibat masa Kini?

Analisis Masalah

1. Pendahuluan
Ketika kita membicarakan apa yang disebut hidup selibat dan relevansinya di dunia dewasa ini, tentunya ada beberapa hal yang spontan muncul dalam diri kita. Mulai dari kewajibannya para imam/biarawan, sampai pandangan yang mengatakan bahwa orang selibat mengalami kehampaan dan kekeringan hidup sebagai seorang yang tidak menikah. Tetapi tahukah anda, bahwa hidup selibat sesunggunya juga salah satu pilihan hidup yang dipilih secara bebas oleh masing-masing pribadi?

2. Dasar biblis Hidup Selibat
Ketika kita menyimak makna selibat dari awal mulanya, kita akan menemukan hal-hal unik yang sungguh terjadi hingga masa kini. Tuhan kita menawarkan selibat sebagai cara hidup yang sah, bukan hanya dengan cara hidup-Nya sendiri (Yesus tidak menikah), melainkan juga dalam ajaran-Nya. Ketika Tuhan kita menekankan bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan perjanjian antara suami dan isteri, dan karenanya tidak diperbolehkan untuk bercerai dan menikah lagi (bdk Mat 19:3-12), Ia mengakhirinya dengan ucapan, “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga.” Tradisi Gereja - seperti dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik No. 1579 - menunjuk “demi Kerajaan Sorga” ini sebagai dasar selibat.
Hal ini jelas menggambarkan bahwa cara hidup selibat terinspirasi langsung dari Yesus sendiri, sang gembala utama. Selibat bukan semata-mata cara untuk menghindari apa yang dinamakan seksualitas. Selibat tidak menghindari hakikat manusia yang selalu terikat pada seksualitas. Toh, manusia tercpita dari hubungan seksual yang dilakukan pria dan wanita. Oleh karena itu, sebelum kita melangkah jauh untuk memahami selibat, alangkah baiknya kita memahami hakikat seksualitas yang diciptakan Tuhan sebagai anugerah bagi makluk ciptaan-Nya.


3. Hakikat Seks Menyikapi Cara Hidup Selibat
Dalam pola ciptaan Allah, seks merupakan suatu kasih karunia. Sebagaimana perkembangan ilmiah membuktikan kebijaksanaan Pencipta, kasih karunia Allah dalam seks juga menyatakan keajaiban-Nya. Seks merupakan suatu bagian yang vital untuk setiap makhluk hidup.
Banyak agama dan kebudayaan Timur yang menyangkal keindahan seks sebagai karya Allah. Mereka menganggap seks adalah najis dan merupakan suatu akibat dosa manusia. Berdasarkan keyakinan ini, mereka mengagungkan keperawanan dan pertapaan serta merendahkan pernikahan. Sedangkan menurut iman kepercayaan kita, kita percaya bahwa ciptaan Allah berlandaskan dua orde, yaitu orde penebusan dan orde pengudusan. Kedua orde ini berlaku atas tubuh dan jiwa. Apa yang telah dikuduskan dan disebut baik oleh Tuhan, hendaknya kita terima dengan pengucapan syukur dan kita hormati sebagai kasih karunia Tuhan (1Tim 4:3-4*).
Selibat tidak menjauhkan seseorang seks dari kehidupan, tetapi berusaha meminimalis peran seks dalam kehidupan, agar perhatian lebih fokus pada hal lain yang lebih diutamakan. Lari dari seks adalah salah satu tindakan melawan kodrat manusia. Dalam hal ini, para imam, biarawan/biarawati menjalani hidup selibat sebagai lambang penyerahan diri secara total kepada tugas perutusan yang dipercayakan Tuhan padanya. Sesungguhnya alasan-alasan yang diusung gereja untuk mengedapankan selibat sebagai salah satu cara hidup lebih mengarah ke hal-hal yang logis:
Y Untuk mendukung totalitas tugas pelayanan
Y selibat mengikat hidupnya dengan Gereja
Y memberikan gambaran akan kebebasan yang akan dimiliki manusia di surga kelak ketika telah dengan sempurna dipersatukan dengan Tuhan sebagai anak-Nya.
Y lebih cakap dalam menjadi Pelayan Sabda Allah - mendengarkan Sabda, merenungkan kedalamannya, mengamalkannya, dan mewartakannya dengan keyakinan sepenuh hati
Y Imam harus (murni) sebelum memberikan perayaan sakramen
Y Karya ini akan memberinya kesempatan untuk memberikan dirinya sepenuhnya demi kesejahteraan semua orang, dalam cara yang lebih penuh dan lebih konkrit.
Y Dengan kehadiran keluarga, sedikit banyak membuat konsentrasi seorang imam tidak maksimal dan ada kemungkinan terpengaruh dengan masalah intern keluarga.
Y Mengurangi potensi terjadinya tindakan koruspsi uang gereja (jika berkeluarga, harus menyisihkan uang untuk keluarga.
Y Meneladan sosok Yesus sendiri yang memilih untuk tidak menikah dan mementingkan Kerajaan Surga

Sekali lagi disampaikan bahwa dengan ini bukan berarti orang yang memilih menikah tidak turut serta dalam karya Allah, tetapi cara hidup selibat langsung memberi gambaran bantuan rahmat Tuhan sendiri menyertai manusia dalam hidupnya.
Jika ditinjau dari segi sejarahnya, kita akan menemukan titik temu yang bisa menyatakan mengapa selibat masih relevan dilakukan hingga saat ini, khusunya oleh para imam, biarawan dan biarawati.

4. Selibat dalam Sejarah
Di masa Gereja perdana, hidup selibat bagi para klerus tidaklah dimandatkan. St Paulus dalam surat pertamanya kepada St Timotius menulis, “Penilik jemaat [Uskup] haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan” (3:2) dan “Diaken haruslah suami dari satu isteri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik” (3:12). Hal ini menjelaskan bahwa pada awal mulanya, selibat tidak diwajibakan dan bukan merupakan salah satu cara hidup, apalagi cara hidup seorang pemimpin religius.
Pada perkembangaanya, tradisi ini mulai diterapkan oleh beberapa imam dan uskup yang memilih tidak menikah, sebagai wujud totalitas pelayanan. Ada pihak yang mengusulkan cara hidup selibat sebagai aturan yang harus dilakukan para imam, seperti yang dinyatakan oleh Uskup Hosius dari Cordova. Hal ini mendapatkan tentangan dari Uskup Mesir Paphnutius yang menegaskan bahwa prasyarat yang demikian akan terlalu keras dan tidak bijaksana. Sebaiknya, para klerus yang telah menikah hendaknya terus setia kepada isteri mereka, sementara yang belum menikah hendaknya memutuskan secara pribadi apakah ia hendak hidup selibat atau tidak. Jadi, tidak ada prasyarat yang dimandatkan Gereja bagi para imam untuk selibat. Perbedaan pandangan ini terus berlangsung dan peraturan yang mengikat belum jelas, diakibatkan oleh tidak adanya dasar biblis yang pasti menyatakan bahwa para klerus khususnya harus hidup selibat.
Pada Abad Pertengahan, muncul kasus-kasus penyelewengan dalam selibat para klerus, yang menimbulkan reaksi keras dari Gereja. Oleh karena itu, Paus Gregorius VII pada tahun 1975 melarang para imam yang menikah atau yang memiliki selir mempersembahkan Misa atau melakukan pelayanan-pelayanan gerejani lainnya, dan melarang kaum awam ikut ambil bagian dalam Misa atau dalam pelayanan-pelayanan liturgis lainnya yang dilayani oleh para imam yang demikian. Akhirnya, Konsili Lateran Pertama (1123), suatu konsili Gereja yang ekumenis, memandatkan selibat bagi para klerus Barat. Konsili Lateran Kedua (1139) kemudian mendekritkan Tahbisan Suci sebagai halangan dari suatu perkawinan, dengan demikian menjadikan segala usaha perkawinan oleh seorang klerus tertahbis menjadi tidak sah. Dan pada akhirnya, peraturan-peraturan mengenai selibat tampaknya menjadi jelas dan konsisten di segenap penjuru Gereja Katolik. Gereja Katolik terus-menerus meneguhkan disiplin selibat para klerus, yang paling akhir adalah dalam dekrit Konsili Vatikan Kedua “Presbyterorum ordinis” (1965), ensiklik Paus Paulus VI “Sacerdotalis Caelibatus” (1967), dan dalam Kitab Hukum Kanonik (1983).
a. Pandangan Konsili Vatikan II mengenai Selibat
Konsili Vatikan II dalam Dekrit mengenai Pelayanan dan Kehidupan Para Imam (Presbyterorum ordinis) (1965) menegaskan, “Pantang sempurna dan seumur hidup demi Kerajaan Sorga telah dianjurkan oleh Kristus Tuhan, dan di sepanjang masa, juga zaman sekarang ini, oleh banyak orang Kristen telah diterimakan dengan sukarela dan dihayati secara terpuji. Pantang itu oleh Gereja selalu sangat dijunjung tinggi bagi kehidupan imam. Sebab merupakan lambang dan sekaligus dorongan cinta kasih kegembalaan, serta sumber istimewa kesuburan rohani di dunia” (No. 16). Sembari mengakui bahwa selibat tidak dituntut oleh imamat berdasarkan hakekatnya, Konsili menegaskan bahwa selibat mempunyai kesesuaian dengan imamat: “Dengan menghayati keperawanan atau selibat demi Kerajaan Sorga, para imam secara baru dan luhur dikuduskan bagi Kristus. Mereka lebih mudah berpaut pada-Nya dengan hati tak terbagi, lebih bebas dalam Kristus dan melalui Dia membaktikan diri dalam pengabdian kepada Allah dan sesama, lebih lancar melayani kerajaan-Nya serta karya kelahiran kembali adikodrati, dan dengan demikian menjadi lebih cakap untuk menerima secara lebih luas kebapaan dalam Kristus. Jadi dengan demikian mereka menyatakan di hadapan umum, bahwa mereka bermaksud seutuhnya membaktikan diri kepada tugas yang dipercayakan kepada mereka, yakni mempertunangkan umat beriman dengan satu Pria, dan menghadapkan mereka sebagai perawan murni kepada Kristus. Demikianlah mereka membangkitkan kesadaran akan perkawinan penuh rahasia, yang telah diciptakan oleh Allah dan di masa depan akan ditampilkan sepenuhnya, yakni bahwa Gereja hanya mempunyai Kristus sebagai Mempelai satu-satunya. Kecuali itu mereka menjadi lambang hidup dunia yang akan datang, tetapi sekarang sudah hadir melalui iman dan cinta kasih: di situ putera-puteri kebangkitan tidak akan menikah dan dinikahkan” (Luk 20:35-36).

Lalu, masih relevankah selibat bagi Imam masa kini?

Pertanyaan ini sepertinya akan terus muncul ditengah kemajuan zaman semakin kompleks ini. Jelas, segala sesuatu yang baik, tentunya perlu untuk dipertahankan. Hal ini juga yang terjadi dengan cara hidup selibat yang dijalani para klerus atau kaum religius masa kini. Di atas kita masih dapat melihat berbagai macam manfaat dari cara hidup sebagai seorang selibater. Untuk mendukung segala tugas pelayanannya, sungguh tidak rugi juga melaksanakan praktek hidup selibat.
Sayangnya, dalam dunia kita ini, banyak orang tidak dapat menghargai disiplin selibat, entah bagi kaum klerus maupun yang lain. Kita hidup dalam masyarakat di mana media membombardir kita dengan tayangan-tayangan seksual yang tak terkendali. Jika orang tak dapat menghargai nilai-nilai keperawanan sebelum perkawinan, kesetiaan dalam hidup perkawinan, atau pengurbanan demi anak-anak, maka ia tak dapat mulai menghargai siapapun - entah laki-laki atau perempuan - yang menempuh hidup selibat sebagai bakti diri dalam panggilan.
Kita tahu bahwa godaan-godaan yang menjauhkan keinginan seseorang untuk hidup selibat makin mudah diakses akhir-akhir ini. Maraknya praktek seks bebas, pengaruh negatif internet (pornografi) dan pandangan sempit tentang hidup tidak kawin membuat banyak kalangan urung untuk memilih hidup selibat. Namun kalau kita melihat dari segi calon imam, memang ini sangat diperlukan agar tercipta totalitas pelayanan.
Mau apa dikata, perkembangan zaman cepat atau lambat, sedikit atau banyak akan mempengaruhi pola pikir seseorang tentang selibat. Tetapi hingga masa kini jika dihitung-hitung juga, akibat yang ditimbulkan lebih banyak yang positif, dengan status imam yang menjalani hidup selibat

05 November 2008



Arti sebuah perpisahan.....
Edu, apakah kamu akan pergi juga.....?

Satu peristiwa penting kembali saya alami dalam perjalanan hidupku di Wacana Bhakti. Mungkin disaat kami masing-masing (tmn2 kelas dua) sedang nyaman dengan kondisi lingkungan, eh kami malah asik dengan diri masing-masin yah. Sayangnya, saat ini angkatan 20 kembali harus sejenak tertunduk dengan perginya salah satu teman angkatan kami. Ia memilih untuk menjalani hidup sebagai seorang "biasa" di luar. Sungguh sayang, melihat kenyataan angkatan kami cuma 10 orang (sejak pertama datang 14 orang, hingga kini hilang 5 orang). Dengan ini tentunya menjadi catatan tersendiri dalam perjalananku pribadi. Namun dibalik itu semua, saya bisa berkaca dari pengalaman perpisahan ini. Saya berharap agar saya mampu menjaga motivasiku pribadi sebelum memikirkan motivasi orang lain. Sejenak saya merenung dan memikirkan kata-kata Yesus yang bilang : "Apakah engkau akan pergi juga?" Dengan penuh kerendahan hati dan penghayatan pribadiku, aku masih berani menjawab "Tidak Tuhan, aku masih di sini untuk setia". Ya semoga ku bisa wujudkan ini..




St. Pedro Armengol


Doakanlah kami

01 November 2008


Dipanggil Untuk Selamat

“Semua orang dipanggil untuk selamat. Karena imam sebagai perantara nyata keselamatan memiliki peran penting, tentunya calon imam itu penting, begitu juga keluarga sebagai penghasil calon imam”. Inilah sedikit cuplikan dari khotbah bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja dalam acara Hari Orang Tua Seminaris (HOTS) di Seminari Wacana Bhakti, di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan (Minggu,12/10). Kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan pihak seminari sebagai wadah sarana penghubung antara para formator dengan orang tua seminaris berkenaan dengan masa pembinaan para seminaris sebagai calon imam. Selain itu, Bapak Uskup juga menyampaikan bahwa Gereja Jakarta sedang menghadapi masalah-masalah yang begitu kompleks, sehingga sangat dibutuhkan sosok pemimpin yang berkompeten dan dekat dengan domba-dombanya. Perhatian Bapak Uskup kepada seminari menunjukan bahwa para seminaris merupakan ikon penting untuk perkembanga keuskupan dan gereja secara keseluruhan. Oleh karena itu, kegiatan ini terus diupayakan sebagai bentuk dukungan moral bagi para seminaris untuk mempersiapkan diri menjalani tugas perutusannya masing-masing kelak.

29 Oktober 2008

Spirit of GSM


Gonzaga di dadaku.........
tp Wb nomor satu.........


Sekolah-ku tercinta sedang bikin acara besar nih dengan tajuk, Gonzaga School Meeting 2008. Wow keren khan, lebih dari 50 sekolah dateng pengen bertanding, wah keren abis deh. Sampe-sampe bapak MENPORA Adiaksa Dault dateng pas opening ceremony. Sayangnya eh alam juga 'memberkati acara ini" dan turun hujan gede benget. wah, semua peserta lari dari upacara buat cari tempat teduh, tapi yang keren Bapak Menpora tetep ngasih sambutan pas hujan2 dan pukul gong pembukaan, wah bener-bener mantep deh. Walaupun kelihatannya upacara-nya jadi rusak, tapi memang beliau "membakar" semangat kami semua. Alhasil semua anak gonzaga tetep di lapangan dan nyanyi mars gonz. Wah, gile deh berasa 'rasa' nya. Walaupun saya bukan anak gonz murni (+ seminari maksudnya) gile berasa semangat kebersamaan nih. Mudah-mudahan saya bisa semakin memahami semagat khas kolese. yehh...


08 Oktober 2008

Oh liburanku ..... surgaku....




Liburan tlah usai. Seneng lagi, sekaligus bingung lagi kayaknya abis liburan. Sambutan hangat dari keluarga maupun teman-teman memang sangat menguatkan, tetapi di satu sisi membuat saya jadi ingin lebih lama berada dalam kondisi ini.
Gmn yah, kegitan di rumah sih sebenarnya cuma sebatas bersih2 rumah, jalan2, ke gereja, nonton, dan yah itu-itu aja. jujr, orang yang kebiasaan sibuk, sekali waktu jadi "gabut" begini yah pasti bingung.
Main futsal + lari pagi bikin saya setidaknya bisa ketemu teman-teman lama. Tak terasa memang ud 2 tahun lebih saya meninggalkan lingkungan saya di rumah.
APa yah, enak-enak-gak enak sih, tapi jujur gw bisa ngerasa seneng di dua lingkungan ini, tapi jadi bingung ketika sudah terlalu nyaman di salah satunya.
YA, sekarang saya sudah kembali lagi dari rehat sejenak, dan berhubung dengan Lebaran nih : "Minal Aidin wal Faizin" dan semoga saya bisa terus mengembangkan diri.


AYo semangat!!!!!!

04 Oktober 2008


Tuhan itu tak ada........?

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat. Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan,dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang," Saya tidak percaya Tuhan itu ada".
"Kenapa kamu berkata begitu ???" timpal si konsumen."Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan.... untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada.

Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit??, Adakah anak terlantar?? Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi."

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat. Situkang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang,berombak kasar mlungker-mlungker-istilah jawa-nya", kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata," Kamu tahu,sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR." Si tukang cukur tidak terima," Kamu kok bisa bilang begitu ??"."Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!"

"Tidak!" elak si konsumen. "Tukang cukur itu tidak ada,sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana", si konsumen menambahkan."

Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!", sanggah si tukang cukur. "

Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya", jawab si tukang cukur membela diri.
"Cocok!"-kata si konsumen menyetujui."Itulah point utama-nya!. Sama dengan TUHAN, TUHAN ITU JUGA ADA !, Tapi apa yang terjadi... orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini."Si tukang cukur terbengong !!!!

Yah, alangkah lucunya.....

Saya jadi ingat satu lagi pengalaman yang bagi saya amat unik. Seperti biasa setiap pergantian tahun ajaran saya bisa pulang ke rumah cukup lama, begitu juga saat saya naik ke kelas II. Beberapa hari saya isi dengan membantu pastor paroki di pastoran. Yah, wajarlah sekalian mengisi waktu sekaligus sharing panggilan (ciiee ile…).

Satu hari itu pastor paroki minta tolong saya untuk menemani beliau upacara pemberkatan ddi salah satu counter KFC di daerah Cikini. Ya, saya ikut-ikut aje, sekalian jadi asisten-nya. Kami (eh bukan maksudnya pastor paroki saya) akan memberkati sebuah counter es krim baru milik KFC. Dan dimulailah upacara, pembacaan kitab suci, sedikit doa-doa dan mulai ke acara permecikan air suci di setiap ruangan yang menjadi tempat aktivitas tersebut.

Untung di lantai 3 counter itu belum dibuka jadi hanya diberkati setiap ruangannya. Eh tetapi si pemilik meminta pastor paroki saya dan saya sendiri untuk memberkati juga counter di lantai 1 yang lagi padat pengunjung. Wah gawat nih kayaknya, tapi mudah-mudahan lagi sepi. Ternyata pas saya turun, wah KFC lagi penuh dan kami langsung jadi pusat perhatian apalagi pastor paroki saya pakai jubah yang jarang dilihat khalayak ramai selain di gereja. Kami juga memberkati mobil si pemilik yang ada di luar counter. Wah pastinya deh dilihatin semua orang dari pedagang, tukang parkir, orang yang lewat, dan banyak lagi deh. Wah, pokoknya jujur saya jadi merasa gimana gitu, namun ternyata pastor paroki saya juga mengalami hal yang sama karena ia juga “tengsin” memberkati mobil di parkiran yang tepat ada di pinggir jalan besar + dilihatin banyak orang. Yah, saya sih senyum-senyum aja deh.

Tapi tetep aja setelah pemberkatan kami dijamu dengan makanan-makanan yang super enak dan pasti mahal kali yeh. Wah, enak banget yeh kerjanye cuma satu jam kurang, dapet makanan gratis. Dan akhirnya kami dapat kehormatan mencoba eksrim yang paling enak kali yeh, apa naamanye, “banana seplit”. Wah super enak dan pas saya Tanya harga wajarnya sekitar 30 ribu satu mangkok keccil (bussyeet wah meningan gw beli es “nong-nong”)

Yah, pkoknya pengalaman menarik dimana kami jadi pusat perrhatian banyak orang dan satu refleksi yang saya ambil aadalah tuluslah dalam berkarya dan totalitas Karena “siapa yang bekerja berhak mendapat upahnya”. Enak yeh jadi pastor….


“Gondrong, Penambah Motivasi atau Ajang Adu Gengsi?


Sistem pendidikan yang dianut sekolah kita semakin hari semakin menanamkan prinsip kebebasan yang bertanggungjawab. SMA Gonzaga menerapkan aturan unik yang cukup menarik perhatian para siswa. Di tengah gencar-gencarnya pihak sekolah memperkuat tata tertib, SMA Gonzaga merupakan satu dari sedikit sekolah yang sedikit fleksibel dengan tuntutan zaman. Para siswa diperkenankan memanjangkan rambut-nya jika ia mampu mencapai rata-rata nilai pribadinya minimal 7,5. Wow, sebuah tantangan menarik. Masalahnya di zaman modern ini, remaja laki-laki cenderung suka kalau rambutnya bisa panjang. “Biar kayak Rocker”, katanya. Jadi mungkin metode ini cukup menampung keinginan para siswa untuk terlihat keren di sekolah. Ternyata memang tidak sedikit yang masuk Kolese Gonzaga agar bisa gondrong di sekolah. Para siswa dituntut bertanggungjwab pada dirinya sendiri untuk memenuhi tuntutan dahulu, baru boleh “gondrong”.

Namun dari hal ini tak sulit ditemukan hal-hal negatif yang membuat para siswa “colongan gondrong”. Banyak siswa yang mungkin tak mampu memenuhi persyaratan yang diajukan pihak sekolah, tetapi mereka “ilegall gondrong”. Sistem ini juga sering dijadikan ajang kompetisi, yang membedakan antara anak pintar (karena bisa gondrong) dan anak yang kurang. Ya, mungkin ini salah satu kelemahan dari sistem ini, dimana para siswa jadi “kucing-kucingan” dengan pihak sekolah.

Setiap sistem pastinnya membawa efek positif dan negatif. Dari sistem ini, mungkin banyak hal negatif yang disebutkan di atas, namun hingga kini, sistem ini masih terus dijalankan. Hal ini menandakan bahwa efek positifnya lebih banyak terjadi dimana seorang siswa jadi punya motivasi tinggi untuk mencapai yang terbaik. Jadi, ada siswa yang mau berambut “gondrong”? Masuk Gonzaga, dan penuhi persyaratannya!


Seminari Wacana Bhakti, Jakarta
Sebuah Gambaran Corak Hidup “Unik”

Para seminaris merupakan orang “aneh tapi unik” yang memilih cara hidup yang berbeda dibanding kehidupan yang dijalani teman sebayanya

JAKARTA-GURITA, Mungkin dari antara kita ada yang pernah mendengar, atau mungkin mengetahui “Apa itu seminari ?”. Secara umum, seminari bisa dikatakan sebagai tempat pendidikan calon Imam Katolik. Mereka dididik dalam suatu komunitas seminari, yang saling membentuk kepribadian antar-personal yang dijalani siswa-siswa selepas lulus SMP. Selain pendidikan di seminari, tentunya seorang seminaris juga mengecap pendidikan formal di sekolah menengah umum biasa.

Hal ini juga yang terjadi di Seminari Menengah Wacana Bhakti. Seminari ini berdiri pada tahun
1987 di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan ini merupakan satu-satunya seminari menengah yang dimiliki KAJ (Keuskupan Agung Jakarta). Para seminaris mungkin segelintir orang “aneh tapi unik” yang memilih cara hidup yang berbeda dibanding kehidupan yang dijalani teman sebayanya. Bayangkan, setiap hari seorang seminaris harus mengikuti jadwal kegiatan yang sudah disusun sebelumnya ditambah tuntutan studi di Kolese Gonzaga. Tentunya hal ini seringkali mengakibatkan terjadinya benturan antara kekakuan jadwal dengan “naluri remajanya” yang mengusung nilai-nilai kebebasan. Yang namanya remaja lagi senang-senangnya bergaul, jalan-jalan, punya banyak temen, sampai pacaran, tetapi para seminaris disibukan dengan hal-hal yang mungkin sifatnya lebih serius.

Uniknya, dengan semua tantangan yang ada, para seminaris masih setia mengemban tugas dan kewajiban untuk mewujudkan cita-citanya..

Seminaris memang sungguh-sungguh remaja, namun mereka juga sungguh-sungguh seorang calon imam yang nantinya akan menjadi seorang pemimpin umat. Jadi mereka sungguh berjuang melawan segala “naluri remajanya” dan mencoba mendewasakan dirinya sendiri. Ya, dengan pendidkan macam ini terbukti para lulusan seminari (baik yang melanjutkan atau keluar) setidaknya mampu dijadikan teladan hidup di sekitarnya dan tidak jarang akhirnya menjadi orang sukses di kemudian hari.

27 September 2008

The Story of St. Tarcisius


ST. TARCISIUS


Tarcisius was a twelve-year-old acolyte during one of the fierce Roman persecutions of the third century, probably during that of Valerian. Each day, from a secret meeting place in the catacombs where Christians gathered for Mass, a deacon would be sent to the prisons to carry the Eucharist to those Christians condemned dying. At one point, there was no deacon to send and so St. Tarcisius, an acolyte, was sent carrying the "Holy Mysteries" to those in prison.
On the way, he was stopped by boys his own age who were not Christians but knew him as a playmate and lover of games. He was asked to join their games, but this time he refused and the crowd of boys noticed that he was carrying something. Somehow, he was also recognized as a Christian, and the small gang of boys, anxious to view the Christian "Mysteries," became a mob and turned upon Tarcisius with fury. He went down under the blows, and it is believed that a fellow Christian drove off the mob and rescued the young acolyte.
The mangled body of Tarcisius was carried back to the catacombs, but the boy died on the way from his injuries. He was buried in the cemetery of St. Callistus, and his relics are claimed by the church of San Silvestro in Capite.

In the fourth century, Pope St. Damasus wrote a poem about this "boy-martyr of the Eucharist" and says that, like another St. Stephen, he suffered a violent death at the hands of a mob rather than give up the Sacred Body to "raging dogs." His story became well known when Cardinal Wiseman made it a part of his novel Fabiola, in which the story of the young acolyte is dramatized and a very moving account given of his martyrdom and death.
Tarcisius, one of the patron saints of altar boys, has always been an example of youthful courage and devotion, and his story was one that was told again and again to urge others to a like heroism in suffering for their faith. In the Passion of Pope Stephen, written in the sixth century, Tarcisius is said to be an acolyte of the pope himself and, if so, this explains the great veneration in which he was held and the reason why he was chosen for so difficult a mission.
Thought for the Day: Mere boys can become saints, and youth is no barrier to holiness. The call to holiness begins at baptism, and we do not have to wait for old age and gray hair to serve God. Youthful saints tell us something about sanctity, and their example is especially luminous as they dedicate their young lives to God.

St. Tarcisius is one of my favourite person because he can give his spirit for keep his faith.
Finally I will sing a song which can decribe the spirit of St. Tarcisius : (dengan nada Setia Jikustik)

I am, stiil stay here, for keep my faith....

Nikmat yang kadang "Menyesatkan"


Setiap Expo Panggilan di paroki-paroki, pasti ada bagian yang disebut "live-in". Yah, setiap seminaris dititipkan di rumah-rumah keluarga sebagai saksi hidup panggilan (wah keren benget yeh) Tapi setelah saya mengalami momen ini beberapa kali, terjadi sedikit pergeseran pandangan umat pada sosok seminaris, calon imam. Mereka punya harapan begitu besar, hingga memberikan sebanyak-banyaknya pada "para calon-calon jagoan gereja". Yah, walaupun ini bisa dijadikan salah satu bumbu pemanis pembangkit motivasi kami, rasanya jika terlalu dimanja, jadi gak enak juga yah...Sayangnya saya dan teman-teman jadi keenakan dan orientasi kami malah hal-hal materiil. Dimanja memang sesuatu yang menentramkan, tapi sebenarnya itu merupakan jalan yang cukup "menyesatkan" jika diterima terus menerus. Jadi, gimana yah memperoleh motivasi yang murni?
Wah........pengalaman yang gile..... bener.....................



Sebuah kisah menarik saya dapatkan di "Bumi Minangrua". Mungkin saya sudah sering ikut apa yang disebut LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan), tetapi jelas kali ini amat berbeda.
Perasaan campur aduk saya rasakan, namun yang jelas, saya tertarik cerita kakak kelas yang mengatakan bahwa momen LDK di Minangrua amat seru dan menantang.
Yah, saya ikut sekaligus bisa jalan-jalan ke Lampung (baru pertama kali saya keluar pulau tanpa bareng orangtua) Tapi yang saya dapatkan jelas lebih dari cukup. Bukan pelajaran biasa yang saya dapat, tapi lebih ke palajaran kehidupan yang sulit ditemukan di tempat lain.
Pengalaman membantu Pak Asep, Nelayan Minangrua, laporan tugas AMD (yang kayaknya gak penting), mungut puntung rokok di Bakauheni (sampai disangkan orang gila) mungkin sulit saya dapatkan di tempat lain. Bayangin saya baru belajar jagi penjala ikan beneran yang harus berenang ke tengah dan nyeret sampai ke pantai. Wah ternyata gak segampang itu pekerjaan yang kelihatannya mudah (kapan lagi dapet pengalaman kayak gini).
Eh, akhirnya saya berhasil nangkep cumi wah.. beneran. Saat malam saya kembali lagi, di kampung itu tidak ada listrik sama sekali dan penerangan mereka tergantung pada lampu petromaks.
Wah, lalu setelah mereka selesai sholat tarawih saya mengajar baca tulis pada Asniah, anak dari pak asep nelayan tadi. Bayangkan, Asniah sudah kelas 4 Sd tapi baca tulisnya sama sekali belum lancar. wah, memang saya jauh lebih beruntung dibanding banyak orang yang ternyata lebih susah.
Dan di akhir kunjungan saya mereka menjamu dengan makanan "kampung" yang lezatnya bukan main, yaitu cumi yang saya tangkap tadi. Wah, enak............ banget...............
Wah, intinya saya ambil banyak nilai dari kegiatan ini untuk masa depan + tambah banyak "saudara". Sisanya yah seneng pastinya bisa dapet pengalaman yang bagus banget. Semoga ini jadi

"tak ada yang seperti tampaknya"

Edu-Gonza
Mahasiswa Universitas Minangrua
Sorondai 2 - 2008
Lelang Ala Seminari



Satu kejadian "unik" lagi di seminari. Anda kenal istilah pelelangan ? Ya, hal itu juga ada di seminari. Tapi edisi pelelangan di seminari berkisar dengan baju-baju "turun-temurun" yang dananya digunakan kelas III untuk membantu dana perpisahannya dan pembuatan buku tahunan sesuai rencana satu angkatannya.


Jujur, baju yang ditawarkan kualitasnya tidak buruk dan bahkan banyak yang masih baru namun dilelang dengan harga yang amat murah. Bayangkan, satu potong baju dibuka dengan harga seribu rupiah. Wah..... murah banget dan pasti gak rugi deh. Baru-baru ini tradisi ini kembali dilakukan dan gile... seru abis. Satu baju dibuka dan penawaran dari seribu rupiah sampe setingi-tingginya.


Satu kali yang dilelang adah sepotong kaos asli Timnas Inggris yang diperoleh dari pamong seminari yang dikirim dari Amerika langsung ( Rm. Koko). Wah, menarik banget khan, namun karena ini penawaran khusus, dibuka mulai dari lima ribu rupiah.


Wah, murah banget khan..... Muncul penawaran pertama dari Ucil (nama samaran) : "Lima ribu lma ratus....." OK.


Akri tak mau kalah : Sepuluh ribu,......"

Wow, penonton menghela nafas karena keadaan semakin menegang (wuiisss...) .


Kemudian Jojon langsung menawar : "Lima belas ribu", wah keadaan semakin menegang dan harga semaiki tinggi. "


"Dua puluh ribu" , "Dua puluh lima ribu" "Tiga Puluh ribu" dan harga terus melambung tinggi.


HIngga satu saat sampai ke angka 35 ribu, saya berani-berani aje teriak : "Tiga puluh delapan ribu". Wah, semua orang kembali bersorak karena suasana pelelangan makin tegang. Eh, dibalas lagi : "Empat puluh ribu" , saya balas : "Lima Puluh ribu...", padahal saya berani-beranian doank, soalnya uang saya gak sebanyak itu sebenarnya, cuma biar seru aja.


Eh si lawan kembali membalas: "Lima puluh lima ribu" wah akhirnya saya ragu dan menyerah..


Hingg ahitungan ke tiga, tidak ada yang berani melawan lagi, akhirnya gong dipukul tanda telah terjual. Semua penonton bersorak karena sengitnya persaingan.


Yah... saya kalah saing nih, tapi saya pikir itu mungkin barang palsu dan kalau beli di pasar senen paling tidak hanya 25 ribu-an.


TApi, setelah saya tahu harga sebenarnya ternyata harganya 25 US$. Wah mahal bener, dan rival lelang saya tadi hanya beli 55 ribu. Yahh... saya menyesal setengah mati dan kami semua tertawa.


Wah.. pengalaman yang amat menarik...............

26 September 2008

Refleksi; Sebuah Kebuthan atau kewajiban?


Wah, ada hal kontradiktif yang saya alami sebagai seminaris nih. Kami dibiasakan untuk menulis refleksi atas pengalaman kami selama satu hari , yah… mirip buku harian gitu deh….. Tetapi gak sekedar buku harian, tentunya yang lebih mendalam yaitu menuliskan dan merenungkan“apa yang bisa saya ambil dari pengalaman bahagia, sedih, diterima, ditolak, suka, duka atau pengalaman unik lain. Ini ditulis pada malam hari sebelum tidur. Jelas dengan begini tujuannya, wah jelas hal yang positif banget khan dan sebenernya juga sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi.

Tapi kayaknya banyak faktor yang bikin saya tidak mampu menjaga konsistensi menulis refleksi. PR bertumpuk, belum ada ulangan, eh kacapaian belajar yang ada jadi males nulis apa-apa lg. Alhasil, refleksi terbengkalai. Apesnya refleksikan “diperiksa” tiap minggu hingga akhirnya jadi timbul istilah “kejar tayang”.

Lho, kok jadi bagini. Refleksi yang ditekakan adalah kebutuhan untuk lebih mampu merefleksikan setiap peristiwa dalam hidup, tapi yang ada malah nulis “Cuma” biar gak dimarahin pamong. Dimana makna refleksi yang diusung kalau cuma buat memenuhi “kewajiban” kalau kesadaran per pribadi-nya masih rendah.

Kalau saya boleh menilai, sebenarnya kami belum tahu sepenunya arti refleksi bagi kami pribadi, jadi yang ada hanya sekedar nulis aja tanpa dihayati. Yah, intinya sebenarnya saya sadar pentingnya refleksi, oleh karena itu saya mau belajar kesetian menulis refleksi, toh tak ada ruginya dan setidaknya saya bisa tertawa sendiri ketika melihat kembali perjalanan hidup saya yang sudah saya tulis di buku refleksi.

*****

24 September 2008




Pesantren & sendal gadungan.....




Pengalaman lucu saya . Satu waktu saya jalan-jalan ke Pasar Minggu, saya bermaksud lihat barang-barng murah lagi bagus. Eh satu saat saya berhenti di seorang penjual peci + kopiah yang tampangnya sudah tak bersemangat di bulan Rahmadan. Saya tertarik sama salah satu kopiahnya dan akhirnya saya beli. Kemudian saya pakai kopiah itu sambil meneruskan perjalanan. eh, saya jadi pusat perhatian karena kelihatan seperti anak pesantren. Yah, bagus juga sih sebenarnye, toh memang saya anak pesantren katolik.


Lalu, saya melihat sendal yang amat menarik di pinggir jalan yang diajakan oleh seorang ibu-ibu yang kali ini lebih bersemangat dibanding penjual kopiah tadi. Langsung saya tanya harganya..... :
"Berapa harganya, bu....?"
dan si ibu menjawab : "Dua puluh lima ribu aja dek"

Saya kaget karena mengira "sendal pinggir jalan" pasti murah, lagipula uang saja hanya 15.000 termasuk buat ongkos pulang.
"Yah, bu gak bisa kurang ?" saya berusaha menawar walaupun cuma berani-beranian aje. "Ya dik, ini sendal bagus dek, asli dari pabrik."

Yah, akhirnya saya hanya menatap penuh kehampaan ke arah sendal idaman saya. Entah kenapa ibu penjual itu melihat raut kesedihan di wajah saya. Sampai akhirnya muncul satu kalimat :

"Adek anak pesantren yah...?"
Saya lagsung pikir mungkin karena saya pakai kopiah yang saya beli tadi. Dengan ragu, saya jawab "iya bu....".

"Yah, kalo gitu adek mau bayar berapa?" Dengan ragu pula saya bilang : "Sepu...luh ribu yah bu? "Yah, kalo segitu mah saya rugi banyak dek...., Adek ada uang berapa....?, si ibu melanjutkan.

Saya cuma punya uang 15.000 (yang dikantong, walaupun ketika saya cek ada sekitar 20000 lagi di tas.) Yah sudah dek, 13 ribu deh. Akhirnya terjadi kesepatakan di antara kami. wah, ternyata dengan status "pesantren gadungan", saya bisa dapat harga murah. Akhirnya saya pulang dengan penuh kegembiraan.

namun di tengah kebahagian saya setelah saya pakai sendal itu baru dua hari, gambar di telapaknya sudah luntur dan wah ternyata memang sendal gadungan juga....

Lucu... rasanya bisa dapet pengalaman unik yah...

"Duc in Altum"

Sebuah pepatah latin yang mengatakan "Bertolaklah ke tempat yang dalam, agar kau bisa menilai lebih bijaksana." Sebuah kata bijak yang mendalam dan terus mebuat saya termotivasi untuk memahami suatu hal mendalam dan tak ada kata setengah-setengah. Saat seorang manusia yang gak berani jatuh, tentunya ia gak bakal berani terbang, padahal jika ia mampu terbang, ia bisa lihat pemandangan indah. Jadi manusia yang penting berani mencoba karena hal itu menunjukan kedewasaan berpikir. Sekarang ini saya juga lagi usaha agar bisa jadi orang yang dewasa menghadapi realtita (cie ile...). Yang penting enjoy aja dan jangan terlalu serius jalani hidupmu!

23 September 2008

Sebuah Perjalanan Panjang......



Suatu perjalanan panjang anak manusia yang mencari jati dirinya sebagai seorang makluk paling sempurna ciptaan Tuhan. Saya berusaha sebaik mungkin mencoba kembali mengenang dan merefleksikan perjalanan panjang hidup saya hingga saat ini.
Enam belas tahun yang lalu, tepatnya tanggal 4 Mei 1991, di Rumah Sakit St. Carolus Jakarta, lahirlah seorang anak laki-laki mungil dan lucu dengan segala kepolsan dan keluguannya tanpa dosa. Ia lahir sebagai anak yang ketiga dengan nama Eduardus Salvatore da Silva dalam keluarga kecil ini. Dengan segala kasih sayang dan perhatian yang dibeikan, saya dibesarkan dan didik dalam keluarga ini.
Waktu berganti waktu segala perhatian dan kasih sayang yang diberikan membentuk kepribadian saya. Dalam perjalanan pendidikan saya pun secara langsung dan tak langsung membentuk kepribadian saya hingga dapat menjadi seperti sekarang ini. Seperti yang sudah saya katakana di atas, bahwa saya adalah anak yang sangat aktif di berbagai bidang. Hal inilah yang mencuat dan menonjol dalam perjalanan hidup studi Nilai-nilai akademi saya di tingkat SD juga cukup baik dan konstan. Setidaknya saya bisa menembus sepuluh besar setiap acara pengambilan rapor.
Saat saya pindah saat kelas 5 SD dari SD merupakan titik balik pola pikir dan cara bertindak dalam kehidupan saya. Saya berubah menjadi seorang anak pendiam yang “alim” dan tertutup. Waktu berganti waktu ternyata saya sudah cukup mampu beradaptasi dan menyesuaikan lingkungan baru saya.. Ironisnya, ternyata saya tidak bisa kembali seperti Edu yang dulu, yang selalu aktif di setiap lingkungan pergaulannya. Saya belajar untuk bisa memiliki kepribadian yang baru yang bisa menyenangkan baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Masa remaja dimulai, pengalaman baru kuterima. Sejak dini saya harus dibiasakan membangun relasi dengan banyak teman baik sejenis maupun lain jenis. Saya mengalami pencerahan yang membawa saya akhirnya memiliki kepribadian yang sungguh asli bagi saya. Dengan dorngan keluarga saya, saya mulai terlibat dalam kegiatan-kegiatan di gereja dan lingkungan. Organisasi kecil pertama yang saya ikuti tentu adalah Putra Altar di paroki. Ternyata dalam perjalanannya, organisasi inilah yang mengajarkan saya tentang berbagai hal. Masa remaja sungguh menjadi saat-saat yang menyenangkan dan membahagiakan. .
. Ya, kemampuan saya dalam bebagai hal meningkat seiring semakin aktifnya saya di paroki dan pergaulan dengan teman-teman frater Fransiskan. Ternyata kedekatan ini membawa suatu hal baru yang seakan menunjukan arah hidup yang sesuai dengan minat saya di kemudian hari. Saya banyak mendapat masukan dari teman-teman frater dan sharing pengalamannya tentang motivasi dan kehidupannya di seminari. “Ah, seminari? Tempat apa itu?” Timbul pertanyaan ini dalam benak saya tentang hal-hal semacam itu.
Pada akhirnya, saya menuntaskan pendidikan saya di SLTP dengan nilai yang cukup memuaskan. Saya harus mulai memutuskan masa depan saya sendiri. Entah ada angin apa, saya mencoba untuk mengikuti tes masuk Seminari Wacana Bhakti. Saya berpikir, mungkin saya akan “lebih keren” kalau jadi calon pastor. Saya mencobanya dan ternyata hasilnya diluar dugaan saya. Saya lolos tes dan diterima menjadi seorang seminaris di Wacana Bhakti. Mungkin memang tidak ada sedikit pun motivasi untuk menjadi seorang calon imam.
Dengan motivasi baru saya melangkah mencoba menghayati dan menjalani hidup panggilan. Saya termotivasi untuk belajar lebih mandiri, bertanggung jawab, dewasa, tahan banting, dan solider. Hingga kini, tak terasa kurang lebih dua tahun saya menjalani hidup panggilan ini dan jujur saya menikmati segala suka dan duka. Tentunya harapan saya semua itu dapat menjadi bekal bagi saya di kemudian hari. Tetap semangat jalani segalanya.
Sekian

Iseng di Sore Hari

Flash